Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II sebagai akibat dari dijatuhkannya bom nuklir di dua kota penting Jepang pada tanggal 6 Agustus 1945 di atas kota Hiroshima dan 9 Agustus 1945 di atas Nagasaki oleh Amerika Serikat, yang menyebabkan semua jajahan Jepang di kawasan Asia Pasifik—termasuk Indonesia—diambil alih oleh Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 membuat semua jajahan Jepang diambil alih oleh Sekutu. Penyerahan kekuasaan Jepang kepada Sekutu dilakukan oleh Komando Asia Tenggara (South East Asia Command atau SEAC) yang di pimpinan oleh Laksamana Lord Louis Mounbatten. Untuk melaksanakan tugas tersebut SEAC membentuk komando khusus yaitu Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Sir Philip Christison. Tugas dari AFNEI di Indonesia antara lain: (1) menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang; (2) membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu; (3) melucuti orang-orang Jepang dan kemudian dipulangkan ke negaranya; (4) menjaga keamanan dan ketertiban (law and order); dan (5) menghimpun keterangan guna menyelidiki pihak-pihak yang dianggap sebagai penjahat perang.
Mengetahui fakta kekalahan Jepang tersebut, maka pemimpin Indonesia mengambil kesempatan bersejarah tersebut untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Setelah melalui jalan panjang dan penuh perdebatan, maka Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 tahun Masehi, atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang, atau 9 Ramadhan 1364 H, yang dibacakan oleh Ir. Soekarno dengan didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta bertempat di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.
Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Domei (sekarang Kantor Berita ANTARA), Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara.
Tidak lama kemudian tiba pula di Kumai sebuah Perahu Layar Golekan bernama “ TANJUNG SEMARANG ” dari Semarang ( Jawa ) dimana dalam Perahu Layar Tanjung Semarang ini ikut tiba (datang) di Kumai, seorang Pemuka Masyarakat Kota Pangkalan Bun bernama Abdullah Mahmud atau dengan panggilan Ujang Mahmud. Dari Ujang Mahmud inilah masyarakat Kumai mengetahui bahwa Bangsa Indonesia dan Tanah airnya telah merdeka berdasarkan Proklamasi yang di umumkan oleh SOEKARNO – HATTA tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta. Abdulah Mahmud tercatat sebagai salah satu Tokoh pendiri Kabupaten Kotawaringin Barat
Keesokan harinya 4 orang Pemuda dari Kumai (Sdr. Abdul Kadir Japri – Abdullah Busrah – Abdul Karim Busrah dan Kusasi Anang Galib ) dengan memakai Lencana Merah Putih berangkat ke Pangkalan Bun diutus untuk menjumpai / membicarakan soal Kemerdekaan Republik Indonesia ini kepada Sultan Kotawaringin di Pangkalan Bun. Karena Sultan dalam keadaan sakit, maka urusan ini tidak mendapat keputusan, hanya yang mengakui Kemerdekaan Republik Indonesia tersebut adalah Pangeran Aria Ningrat Kepala Distrik di Pangkalan Bun.
pada tanggal 6 September 1945 bendera merah putih berkibar di Kumai dengan diiringi dengan lagu Kebangsaan Indonesia Raya dengan dihadiri oleh pemuka pemuka masyarakat, penduduk, dan anak-anak sekolah di bawah pimpinan Wilson satu guru sekolah di Kumai.
Pengibaran Bendera ini yang pertama kali di Kalimantan Tengah,mengambil tempat di halaman Gudang Borsumiy atau didepan Kantor Camat Kumai yang lama, sekarang lokasinya Musium Merah Putih.
Peristiwa pengibaran bendera dikumai ini tercatat sebagai pengibaran bendera pertama dibumi kalimantan, pengibaran bendera Merah putih terus dilakukan didaerah daerah lainya dikalimantan diantaranya pada tanggal 8 Oktober 1945 merah Putih berkibar diSamuda Sampit, pada tanggal 25 Oktober 1945 merah Putih berkibar di Kuala Jelai ( Suka Mara) ,pada tanggal 13 Nopember 1945 Bendera Merah Putih berkibar di Balik Papan, pada tanggal 3 Desember 1945 bendera merah Putih Juga berkibar di Puruk Cahu dan pada tanggal 12 Desember 1945 bendera Merah Putih Berkibar di Kapuas hulu dan terus disusul oleh daerah daerah lain
Pada tanggal 15 September 1945 pasukan Sekutu datang ke Indonesia, akan tetapi kedatangan Sekutu tersebut diboncengi oleh Netherland Indies Civil Administration (NICA). Pasukan Sekutu tersebut mendarat di Tanjung Priok dengan Kapal Chamberlain yang dipimpin oleh W.R. Petterson. Bukti kalau Sekutu diboncengi NICA, yaitu dalam kapal itu terdapat pasukan NICA yang dipimpin oleh Van der Plas wakil dari Van Mook (pemimpin NICA).
Keadaan bertambah buruk setelah NICA mempersenjatai KNIL dan bersama anggota KNIL membuat kerusuhan di berbagai daerah. Karena mengetahui tujuan kedatangan NICA, maka muncullah perlawanan rakyat di berbagai daerah di Indonesia yang ingin mempertahankan kemerdekaan RI. Hal ini yang menimbulkan pertempuran di berbagai daerah, seperti (1) pertempuran 10 Nopember 1945, (2) pertempuran Bandung Lautan Api, 23-24 Maret 1946, (3) pertempuran Medan Area, Pada tanggal 10 Desember 1945 tentara Sekutu dan NICA melakukan penyerangan secara besar-besaran sehingga Medan dapat dikuasai Sekutu dan NICA, (4) Pertempuran Ambarawa (Jawa Tengah), 26 November 1945, (5) Peristiwa Merah Putih di Manado, 14 Februari 1946, (6) Puputan Margarana di Bali, 20 November 1946, (7) Serangan Umum 1 Maret 1949. Lalu bagaimana dengan di Kumai?
Pada tanggal 14 Oktober 1945 bertempat di muka Masjid Jami Kumai diadakan Rapat Raksasa yang dihadiri Penduduk Kumai yang waktu itu masih berstatus Kampung, dari segala lapisan masyarakat, suku Bangsa Indonesia yang berada di Kumai dengan mengambil keputusan mendukung sepenuhnya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Tanggal 17 Agustus 1945, dan berdiri dibelakang SOEKARNO–HATTA dalam menegakkan/mempertahankan Republik Indonesia Merdeka. Dan Mosi Rapat Raksasa ini dikirimkan kepada Pemerintah Pusat Republik Indonesia di Jakarta dan Gubernur borneo Ir. Pangeran M. Moor dan Pemerintah Kesultanan Kotawaringin di Pangkalan Bun.
Komite penyokong Kemerdekaan Republik Indonesia ini mengambil tempat sebagai kantornya di Gudang Almarhum Bapak Busrah bin Ci’ Sili dan Angkatan Muda Bersenjata bermarkas di Gedung Sekolah Rakyat Depan Masjid Jami Kumai. Sebagai Ketua Komite Penyokong Kemerdekaan Republik Indonesia di Kumai adalah Sdr. Abdul Kadir Japri dan Sebagai Pimpinan Angkatan Muda Bersenjata di Kumai adalah Sdr. H. Abdul azis Syamsudin.
Dalam Barisan Angkatan Muda Bersenjata ini bergabung semua unsur Pemuda – Pemuda, Orang tua – tua yang masih kuat, para Alim Ulama serta kaum Ibu dan Pemudi – Pemudi Bangsa Indonesia di Kumai.
Sebagai ketua KNI cabang Kumai terpilih Sdr. Abdul Kadir Japri dan sebagai Pemimpin TKR diangkat Sdr. H. Abdul Aziz Syamsudin, sebagai Pemimpin Angkatan Muda Bersenjata diangkat Sdr. Said Ali Ismail, barisan Jenggot dipimpin oleh seorang Tokoh Ulama Islam bernama Panglima Utar, sedangkan Perwari dipimpin oleh Sdri. Gayah (Haji gayun). Setelah Organisasi Perjuangan ini dibentuk, maka KNI cabang Kumai mengambil tempat sebagai kantornya dirumah Syahbandar Kumai, dan TKR bermarkas di Pabrik Jepang ( KOJO ), Angkatan Muda Bersenjata bermarkas di Sekolah Rakyat Kumai, depan masjid Jami Kumai, sedangkan barisan Jenggot bermarkas di Masjid Jami Kumai, dan Perwari bertempat di kediaman Rumah H. Abdul Aziz Syamsudin.
Dengan membawa 5 ( lima ) buah kapal yang penuh berisi serdadu – serdadu penjajah Belanda dengan peralatan Modern seperti Senapan Karabin, Mortir, Stan Gun dan Granat Tangan dan lain – lain senjata bekas Perang Dunia kedua, penjajah Belanda akan menjajakan kaki nya di persada Ibu Pertiwi terutama Daerah Kumai – Pangkalan Bun.
Pada hari senin Tanggal 14 Januari 1946 jam 09.00 pagi waktu setempat , Kota Kumai yang lagi dalam keadaan tenang mendapat serangan dari tentara NICA (Belanda) yang ingin menjajah kembali Kota Kumai khususnya Kotawaaringin. Akhirnya pertempuranpun tidak bisa dihindarkan pasukan belanda dengan senjata lengkap melawan masyarakat kumai yang hanya bersenjatakan ala kadarnya akibatnya salah satu pejuang terbaik Kumai bernama H. Abdul Azis Syamsudin gugur dimedan perang selain itu juga gugur seorang anak kecil Perempuan bernama Halipah Binti Tabri terkena peluru nyasar dari pihak Belanda
Dalam pertempuran 14 Januari 1946 ini seorang Tokoh Ulama Islam Pemimpin Barisan Jenggot yaitu Panglima Utar telah menunjukkan kegigihan nya melawan tentara Penjajah Belanda, dengan sebilah Mandau sebagai senjata nya, mampu membunuh berpuluh – puluh serdadu musuh ( Belanda ), akibat banyak tentara nya yang tewas akhirnya sore hari pasukan Belanda dipaksa keluar meninggalkan Kumai dan bermakras dikuala Jelai sambil menyusun kekuatan kembali.
Setelah pertempuran 14 Januari tersebut masyarakat Kumai sadar bahwa kekuatan perang kita kalah melawan Belanda oleh karena itu diutus lah beberapa Tokoh untuk mencari bantuan kedaerah lain
Sdr. H. Abdullah Busrah, Amir Husyin Mahmud, S. Muhamad Cie, Ismail Anang Un, Marwan Basnu dan Abdul Muis Busrah diutus menuju sampit , Sedangkan. Abdul Kadir Japri dan sdr. H. Mohammad Saleh Syamsudin diutus menuju Banjar masin,
Utusan yang ke Sampit dan Banjarmasin tidak membawa hasil karena Sampit dan Banjarmasin belum membentuk Badan perjuangan karena Daerahnya diduduki NICA ( Belanda ) akhirnya diambil inisiatif untuk mengirimkan Utusan Kejawa untuk mencari bala Bantuan, stategi diatur dengan mengutus Pasukan Jenggot untuk berangkat dengan alasan jika bertemu dengan kapal patroli Belanda utusan ini tidak dicurigai sebagai tentara karena usia mereka yang sudah tua, akhirnya diutuslah 6 orang utusan dari Kumai diantaranya Panglima Utar, abdulah Busrah, Kiayi AQbdul kader Jaylani , dan lain lain . ke enam Utusan ini akhirnya bisa mendarat diJuwana Semarang dengan selamat dan pada tanggal 21 Februari 1946 berhasil menemui Gubernur Borneo Bapak Ir. Pangeran Muhammad Noor. ( kronik Revolusi Indonesia karya Pramoedya ananta Toer,dkk) Setelah mendengar panjang lebar cerita para utusan Kumai tersebut termasuk tentang sudah tersedianya lapangan pesawat terbang dikotawaringin, maka Gubernur Berjanji akan membawa ke enam pejuang tersebut menghadap Presiden RI di Jokjakarta Dengan merasa bangga Gubernur Ir. Mohammad Noor mengantar ( membawa ) Panglima Utar beserta teman – teman nya menghadap Presiden dan Wakil Presiden.
Bapak presiden dan Wakil Presiden mengucapkan terima kasih atas perjuangan yang telah di lakukan oleh pejuang – pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia yang berasal dari Kumai – Pangkalan Bun dan sekitarnya. Dan berjanji akan membantu perjuangan masyrakat Kumai dalam melawan Belanda didaerah Kalimantan, serta memerintahkan kepada Gubernur Kalimantan untuk Mengambil langkah langkah yang dianggap perlu. disiniah terjadi Kontroversi ada cerita yang berkembang bahwasanya presiden Soekarno merestui Panglima Utar Menjadi Panglima Perang untuk wilayah Kotawaringin, adapun kebenaran cerita ini harus dikaji lebih dalam karena sampai saat ini belum ditemukan bukti sejarahnya.
Sebagai langkah kongret Guburnur Kalimantan langsung berkirim surat ke KASAU Komodor Suryadarma di Ibu Kota JogjaKarta yang isinya meminta bantuan agar AURI bersedia melatih pemuda asal Kalimantan kemudian menerjunkan kembali kekalimantan guna membantu perlawanan saudaranya dikalimantan. Oleh Surya Darma ditunjuklah saudara Tjilik Riwut sebagai pemimpin pasukan tersebut tepat dini hari tanggal 17 oktober 1947 akhirnya pesawat RI 002 yang berisi 13 orang penerjun diterbangkan ke kalimantan dan pasukan penerjun diturunkan di Desa Sambi yang dikenal dengan Palangan Sambi dan tanggal 17 Oktober dijadikan sebagai hari Jadi Komando pasukan Gerak Cepat ( KOPASGAT ) yang sekarang dikenal sebagai korps pasukan Khas TNI AU
Selain itu Gubernur Kalimantan juga merangkul para pemuda kalimantan yang berada dijawa untuk bergabung dalam Angkatan Laut Republik Indonesia Div IV pulang kekalimantan guna mempertahankan kemerdekaan Indonesia,khususnya dibanjar masin yang saat itu merupakan pusat pemerintahan Dikalimantan, akhirnya pada tanggal 10 oktober 1946 diberangkatkan lah rombongan ekpedisi ALRI Div IV yang pertama dari Tuban dibawah pimpinan Letnan1 Asli Zuchri. Kemudian disusul oleh rombongan ekpedisi selanjutnya
Untuk membantu perjuangan Masyrakat Kumai dikirimlah pasukan Angkatan Laut Repoblik Indonesia Div IV Lambung Mangkurat dibawah pimpinan Husein Hamzah dan Firmansyah. Pasukan ini bermarkas di daerah Teluk Bogam sambil melakukan perang Gerilya juga memantau pergerakan Belanda baik yang akan masuk Teluk Kumai maupun yang akan masuk Kepangkalanbun
Sempat terjadi pertempuran sengit didaerah teluk Bogam antara pasukan Husien Hamzah dan pasukan belanda dan menewaskan puluhan tentara Belanda diantaranya termasuk pimpinan nya sendiri LUITENAN V.DE VRIES yang menurut kabar merupakan Opsir yang pernah mengalahkan Pejuang – Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia di Kota Baru.
Karena kekalahan ini akhirnya Belanda mengatur stategi dengan melakukan perang dua arah yakni dari laut dan darat , pasukan dari laut membombardir dan membakar perkampungan didaerah pesisir sementara dari darat pasukan Belanda mendarat dari Bengaris dan bergerak menyergap pasukan Huseien Hamzah , karena kalah banyak pasukan Husein Hamzah terpojok dan akhirnya Husen Hamzah pun Gugur dalam peristiwa Tersebut beserta 5 orang lainya.
Perperangan dan pergolakan melwan belanda dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Negara Indonesia terus berlangsung sampai pada tanggal 29 Desember 1949 dimana pihak Belanda menyerahkan kedaulatan Negara Repoblik Indonesia yang dikenal dengan perjanjian Meja Bundar.
Dari rangkaian peristiwa diatas kami rasa sangat pantas lah perjuangan masyrakat Kumai diangkat menjadi bagian sejarah Nasional bangsa Indonesia dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia.